Rabu, 26 Oktober 2011

Urang Sunda Jadi Presiden

Belakangan ini muncul berbagai upaya meningkatkan peran urang Sunda di pentas politik nasional. Lingkung Seni Sunda Institut Teknologi Bandung, misalnya, Juni lalu di Aula Timur ITB, menggelar acara bincang-bincang dengan tema "Getih Sunda Solusi Konspirasi Zaman". Gagasan besarnya, bagaimana urang Sunda mampu memberikan kontribusi positif lebih banyak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sedang rudet ini.
Muara semua itu adalah kerinduan melihat urang Sunda menjadi presiden. Level tertinggi yang pernah dicapai adalah perdana menteri (Ir H Djuanda) dan wakil presiden (Umar Wirahadikusumah).
Apakah urang Sunda bisa menjadi Presiden RI? Tentu bisa dan sangat mungkin. Sekarang saja yang menjadi presiden itu orang Cikeas. Yang sulit, urang Sunda menjadi Presiden Tanzania, Sudan, Finlandia, atau Amerika. Meskipun ada nama Nia di belakangnya, Tanzania tidak ada hubungan dengan Nia Daniaty, penyanyi cantik yang urang Sunda. Meski namanya hanya bertukar huruf dengan Sunda, Sudan bukan negara urang Sunda. Sementara syarat menjadi Presiden Amerika, antara lain, harus lahir di Amerika.
Menjadi Presiden Finlandia juga repot karena orang Sunda mah melafalkan huruf f, p, dan v cukup dengan pe. Huruf yang disukai orang Sunda adalah e karena mirip senyuman. Itulah sebabnya, alfabet Sunda punya , e, dan eu. Etnik lain belum tentu mudah mengucapkan Cicaheum atau Cibeureum dengan baik dan benar.
Kearifan lokal
Ketika debat menentukan kapan sebaiknya Indonesia merdeka, Hussein Djayadiningrat, intelektual Indonesia pertama yang meraih gelar doktor, mengusulkan mendidik bangsa dahulu, baru merdeka. Hussein yang kuliah di Universiteit Leiden tentu melihat Belanda sebagai acuan.
Sementara Bung Karno yang lama tinggal di Bandung, kuliah di THS (ITB), menikah dengan Ibu Inggit dan mendirikan Partai Nasional Indonesia, mengusulkan merdeka dahulu, baru membangun. Untuk meyakinkan hadirin anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Bung Karno mengajukan argumen berupa adat urang Sunda masa itu. Katanya (kira-kira), "Lihat orang Sunda, mereka menikah dulu sebelum punya pekerjaan."
Ujang, Asep, dan Entis yang sudah masuk usia nikah, tetapi hidupnya masih teu pararuguh, oleh orangtua dijodokeun dan dikawinkeun. Mereka dikondisikan menjadi suami. Maka, muncullah tanggung jawab untuk mencari nafkah. Model ini sebangun dengan teori mestakung (semesta mendukung) ciptaan Prof Yohanes Surya, pelatih siswa fisika kelas dunia. Dalam setiap kondisi, dunia, alam sadar, alam bawah sadar, dan tubuh manusia mempunyai mekanisme untuk menciptakan atau membangun kondisi yang mendukung. Barangkali, karena itulah, orang Sunda gampang tersenyum dan tertawa, tetapi mudah pundung.
Urang Sunda jelas punya potensi untuk menjadi presiden. Yang penting adalah kemampuan memenuhi persyaratan. Persyaratan formal selain minimal berumur sekian, di antaranya harus sehat rohani dan jasmani serta orang Indonesia asli. Keaslian bisa dibuktikan secara genetik lewat tes DNA. Pastilah di DNA orang Indonesia asli tertera kode Indonesia, seperti kode IDR untuk rupiah, PK untuk pesawat terbang, KRI untuk kapal perang, 062 untuk telepon internasional, dan .id untuk situs internet.
Bahwa presiden harus ganteng atau cantik memang tidak ada dalam Undang-Undang Dasar, tetapi melihat tampang presiden yang sudah-sudah, ya syarat itu sepertinya fardu ain. Maklumlah, presiden kan juga pesohor. Tampangnya ada di televisi, koran, dinding kantor, sekolah, dan prangko. Namun, yang di prangko bernasib kurang mujur karena selalu dipukul palu cap pos. Untuk urusan kasep atau geulis ini, Sunda tidak kekurangan orang.
Mengenal watak, kondisi, dan budaya bangsa adalah keharusan mutlak calon presiden. Bila dulu bangsa kita terkenal sebagai pejuang, tabah, berani, pantang menyerah, dan berani hidup susah, sekarang bangsa kita cenderung mudah sedih alias melankolis melihat tayangan sinetron seraya mulai tidak peduli pada tetangga sengsara. Kondisi lain, mau gampangnya saja, sebagian menjadi penggemar bantuan langsung tunai dan beras untuk rakyat miskin, lalu setiap saat siap menjadi korban tabung elpiji 3 kilogram. Simpati kita biasanya tumpah pada tokoh protagonis yang lemah. Jadikan diri sebagai figur yang teraniaya lawan politik, simpati semua orang akan tertarik. "Uga" baru
Bung Karno adalah presiden pertama dan proklamator kemerdekaan. Dia pandai berpidato berapi-api dan menginspirasi banyak orang. Nyalinya luar biasa besar. Dia berani teriak, "Amerika kita setrika, Inggris kita linggis!" Malaysia dijadikan bulan-bulanan karena dianggap boneka imperialis Inggris. Bung Karno terkenal punya selera seni tinggi dan pernah punya lebih dari satu istri. Perkara nyandung ini mah orang Sunda tentu sudah khatam.
Barack Obama waktu tinggal di Jakarta katanya suka meniru gaya Pak Harto berpidato di televisi. Urang Sunda yang hobi memancing punya peluang besar menjadi presiden karena Pak Harto juga gemar memancing. Media luar menjuluki Pak Harto "The Smiling General". Soal yang ini mah, orang Sunda jagonya. Jangankan hanya tersenyum, tertawa ngakak ngabarakatak juga sangat mahir. Pada zamannya, tidak ada kabar kapal perang atau polisi laut Malaysia berani cari penyakit dengan ngulampreng ke perairan Indonesia.
Semua orang tahu, Pak Habibie cerdas luar biasa. Kalau saja ada 1.000 orang seperti BJ Habibie, Indonesia akan segera menguasai teknologi tinggi dan disegani. Namun, anggota Dewan waktu itu anak TK, jadi gagap teknologi. Gus Dur adalah kiai, tokoh besar Nahdlatul Ulama, figur bapak bangsa yang disegani. Dengan jurus "gitu aja kok repot", ia punya peluang membereskan kondisi negeri. Akan tetapi, pemikiran serius tapi santainya relatif sulit diikuti bangsanya yang terbiasa dengan cara rezim Orde Baru.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau Pak Beye berkarier di militer. Oleh Gus Dur dan lalu Bu Mega, dia diangkat menjadi menteri. Pengalaman di kabinet dan dicuekin menjadi modal untuk mendirikan Partai Demokrat dan melejit hingga terpilih menjadi presiden pertama lewat pemilu langsung. Pak Beye ini merupakan doktor dari Institut Pertanian Bogor, santun dan pintar mencipta lagu serta menyanyikannya. Selama menjadi presiden, sudah beberapa album dihasilkan. Orang Sunda yang penyanyi bisa usaha sambilan meniru Pak Beye ini.
Pertanyaan kritis mengapa urang Sunda belum ada yang menjadi presiden, kita tunggu sampai ada calon yang mau, dipinang partai peserta pemilu, dan terpilih. Sementara itu, pertanyaan kenapa urang Sunda harus menjadi presiden perlu diajukan. Kalau masih heurin ku letah, tentu sulit membuat kebijakan dan terobosan besar. Mekanisme kontrol kualitas khas Sunda, yaitu bisi ngerakeun, tentu akan menghambat munculnya urang Sunda maju menjadi calon presiden.
Yang penting sekarang, untuk menyemangati peningkatan kualitas manusia Sunda agar lebih mampu berperan di segala bidang, formula Jayabaya mengenai nama pemimpin nasional, yaitu Notonegoro, perlu didampingi uga baru, seperti Indonesia jaya mun presidena urang Sunda!  

JAMALUDIN WIARTAKUSUMAH Dosen Desain Itenas
Kompas edisi Sabtu, 18 September 2010 | 15:18 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar